oleh

Minta Ada Status Quo Soal Stadion Bima, Owner Bima Setra Adukan Kadispora Kota Cirebon Ke Polisi

CIREBON, – Di balik gemerlapnya lapangan hijau Stadion Utama Bima Kota Cirebon, tersimpan cerita getir tentang pengkhianatan sebuah janji.

Bina Sentra Football Academy, yang selama ini menaruh harapan besar dan menggelontorkan hampir Rp800 juta untuk membenahi stadion itu, kini merasa dikhianati.
Segala jerih payah, mimpi, dan investasi besar yang mereka tanamkan seolah dilenyapkan begitu saja, ketika stadion yang seharusnya mereka kelola secara eksklusif justru dibuka untuk umum tanpa kendali.

Tak ingin terus menjadi korban, Subagja, pemilik Bina Sentra, bersama kuasa hukumnya, Jihan Sandala, akhirnya melangkah tegas membawa persoalan ini ke jalur hukum, demi menuntut keadilan yang selama ini diabaikan.

“Kami menduga ada keterlibatan oknum dalam persoalan ini. Kepala Dinas Pemuda dan Olahraga (Kadispora), Irawan Wahyono juga tidak mampu memberikan solusi terhadap isi perjanjian. Bahkan ia mengaku mendapat perintah agar tidak menutup stadion,” ungkap Jihan, Minggu (27/4/2025).

Jihan menegaskan, apabila perjanjian yang telah disepakati tidak dijalankan, maka hal itu termasuk wanprestasi. Ia juga menilai, perkara ini berpotensi masuk ranah tindak pidana korupsi (Tipikor) karena melibatkan pejabat pemerintah.

Dalam aduannya ke Polres Cirebon Kota, Bina Sentra melaporkan tiga poin utama: dugaan tindak pidana yang berkaitan dengan jabatan (Tipikor), wanprestasi dalam ranah hukum perdata, serta permintaan agar Polres tidak mengeluarkan izin keramaian terkait penggunaan Stadion Bima.

Jihan memaparkan, dalam kontrak kerja sama berdurasi lima tahun tersebut, Bina Sentra ditunjuk sebagai pengelola eksklusif Stadion Bima, termasuk melakukan renovasi besar-besaran dengan total biaya hampir Rp800 juta. Namun, kenyataan di lapangan justru bertolak belakang.

“Investasi yang kami tanamkan seharusnya dilindungi. Tapi faktanya, stadion tetap dibuka untuk umum tanpa kendali, menyebabkan kerusakan, terutama pada rumput stadion yang seharusnya terawat dengan baik,” ujarnya.

Sementara itu, Kadispora Kota Cirebon, Irawan Wahyono, disebutkan saat ini tengah menjalani pemeriksaan Inspektorat. Bina Sentra berharap penyelesaian masalah ini dapat dilakukan dengan cepat dan tidak berlarut-larut.

Diberitakan sebelumnya, Pemilik Sekolah Sepak Bola Bina Sentra Football Academy (FA) Cirebon, Subagja, angkat bicara terkait isu yang menyebutkan Stadion Bima disewakan kepada pihak tertentu.

Ia menegaskan bahwa kabar tersebut tidak benar dan hanya sebuah kesalahpahaman.

Menurut Subagja, keterlibatannya di Stadion Bima semata-mata karena kepeduliannya terhadap pembinaan sepak bola di Cirebon. Ia diminta secara langsung oleh Pemerintah Kota Cirebon melalui Dinas Pemuda dan Olahraga (Dispora) untuk membantu pengelolaan, pembenahan, dan pemeliharaan stadion tersebut.

“Saya diminta membantu karena saya peduli terhadap perkembangan sepak bola di Cirebon. Saya setuju dengan catatan ada perjanjian hitam di atas putih sebagai pegangan, agar jelas dan tidak ada pihak lain yang mengganggu,” ujar Subagja Selasa (4/2/2025)

Subagja mengakui telah menandatangani Memorandum of Understanding (MoU) dengan Dispora Kota Cirebon sebagai dasar kerja sama. Hal ini dilakukan demi transparansi, mengingat banyaknya isu miring yang beredar.

“Saya tidak menyewa Stadion Bima. Yang saya lakukan adalah membantu pemerintah membenahi stadion ini agar kembali sesuai standar. Semua jelas dalam MoU dengan Dispora,” tegasnya.

Hasil survei bersama Dispora menunjukkan kondisi Stadion Bima sangat memprihatinkan. Lapangan yang dulu dikenal sebagai salah satu yang terbaik di Jawa Barat kini rusak parah, dengan 90 persen area lapangan berubah menjadi tanah liat.

Fasilitas lainnya seperti toilet, ruang ganti pemain, hingga area loket tiket juga terbengkalai.

“Bahkan, loket tiket sudah dihuni pedagang kaki lima dan dijadikan tempat tidur. Ruang ganti pemain rusak parah. Kondisi ini yang membuat saya sedih sebagai putra daerah,” katanya.

Proses pembenahan sudah mencapai 70 persen. Subagja menargetkan pekerjaan ini rampung dalam enam bulan, dengan perbaikan rumput memakan waktu sekitar 3–4 bulan.

Selain itu, ia juga mengganti kursi tribun yang rusak, mengecat ulang tembok dan pagar stadion, serta memperbaiki ruang ganti agar lebih bersih dan nyaman.
Terkait protes dari sejumlah pihak,

Subagja merasa heran. Menurutnya, ketika stadion dalam kondisi rusak parah, tidak ada yang peduli. Namun, saat progres pembenahan hampir selesai, justru muncul polemik.

“Kenapa baru sekarang diributkan? Waktu kondisinya hancur, di mana peran Askot? Seharusnya mereka sejak awal berkoordinasi dengan pemerintah daerah untuk membenahi. Saya ini hanya ingin membantu, bukan untuk kepentingan pribadi,” ujarnya.

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *